Senin, 26 November 2012

contoh orang sukses





Contoh orang sukses
 
 



Soedono Salim atau Liem Sioe Liong lahir di Tiongkok tanggal 19 Juli 1916, Dia merupakan pendiri Grup Salim. Kepemilikan Grup Salim meliputi Indofood, Indomobil, Indocement, Indosiar, BCA, Indomaret, Indomarco, PT Mega, Bank Windu Kencana, PT Hanurata, dan PT Waringin Kencana dan lain-lain. Dia merupakan salah satu konglomerat dan pengusaha sukses asal Indonesia. Ia sempat menduduki peringkat pertama sebagai orang terkaya di Indonesia dan Asia.
Ir. H. Aburizal Bakrie (lahir di Jakarta, 15 November 1946; umur 65 tahun) adalah seorang pengusaha Lumpur dari Indonesia yang merupakan Ketua Umum Partai Golkar sejak 9 Oktober 2009. Ia pernah menjabat Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat dalam Kabinet Indonesia Bersatu. Sebelumnya ia juga pernah menjabat sebagai Menteri Koordinator Perekonomian dalam kabinet yang sama, namun posisinya berubah dalam perombakan yang dilakukan presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 5 Desember 2005.
Chairul Tanjung lahir di Jakarta, 16 Juni 1962. Chairul telah memulai berbisnis ketika ia kuliah dari Jurusan Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Sempat jatuh bangun, akhirnya ia sukses membangun bisnisnya. Perusahaan konglomerasi miliknya, Para Group menjadi sebuah perusahaan bisnis membawahi beberapa perusahaan lain seperti Trans TV dan Bank Mega.
Bob Sadino (Lampung, 9 Maret 1933), atau akrab dipanggil om Bob, adalah seorang pengusaha asal Indonesia yang berbisnis di bidang pangan dan peternakan. Ia adalah pemilik dari jaringan usaha Kemfood dan Kemchick.
Presiden ketiga Republik Indonesia, Bacharuddin Jusuf Habibie lahir di Pare-Pare, Sulawesi Selatan, pada 25 Juni 1936. Di Indonesia, Habibie 20 tahun menjabat Menteri Negara Ristek/Kepala BPPT, memimpin 10 perusahaan BUMN Industri Strategis, dipilih MPR menjadi Wakil Presiden RI, dan disumpah oleh Ketua Mahkamah Agung menjadi Presiden RI menggantikan Soeharto.
Hotman Paris Hutapea (lahir di Laguboti, Sumatera Utara, Indonesia, 20 Oktober 1959; umur 53 tahun) adalah pengacara Indonesia.Menjadi pengacar sukses di Indonesia.



Ir. H. Aburizal Bakrie (lahir di Jakarta, 15 November 1946; umur 65 tahun) adalah seorang pengusaha Lumpur dari Indonesia yang merupakan Ketua Umum Partai Golkar sejak 9 Oktober 2009. Ia pernah menjabat Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat dalam Kabinet Indonesia Bersatu. Sebelumnya ia juga pernah menjabat sebagai Menteri Koordinator Perekonomian dalam kabinet yang sama, namun posisinya berubah dalam perombakan yang dilakukan presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 5 Desember 2005.
Presiden ketiga Republik Indonesia, Bacharuddin Jusuf Habibie lahir di Pare-Pare, Sulawesi Selatan, pada 25 Juni 1936. Di Indonesia, Habibie 20 tahun menjabat Menteri Negara Ristek/Kepala BPPT, memimpin 10 perusahaan BUMN Industri Strategis, dipilih MPR menjadi Wakil Presiden RI, dan disumpah oleh Ketua Mahkamah Agung menjadi Presiden RI menggantikan Soeharto.
Soedono Salim atau Liem Sioe Liong lahir di Tiongkok tanggal 19 Juli 1916, Dia merupakan pendiri Grup Salim. Kepemilikan Grup Salim meliputi Indofood, Indomobil, Indocement, Indosiar, BCA, Indomaret, Indomarco, PT Mega, Bank Windu Kencana, PT Hanurata, dan PT Waringin Kencana dan lain-lain. Dia merupakan salah satu konglomerat dan pengusaha sukses asal Indonesia. Ia sempat menduduki peringkat pertama sebagai orang terkaya di Indonesia dan Asia.

kesempurnaan



Jika di bilang tak sempurna
Akupun sama dengan mu tak sempurna
Bukankah kita memang dilahirkan tidak dalam keadaan sempurna?
Dari ketidaksempurnaaan itu
Kita menyatu
Saling mengisi kekurangan dan kekosongan
Yang ada dalam diri kita

Aku disini untukmu
Bukan mencari kesempurnaan mu
Hanya ingin kamu ada
Saling membagi dan menyayangi

Dengan cinta kamu terlihat sempurna
Dengan cinta aku merasa sempuna
Karenamu selalu ada
Aku merasa aku berguna
Tanpa memiliki kesempurnaan yang sempurna

membokar gurita cikeas



Membongkar Gurita Cikeas karya George Junus Aditjondro

Posted in Ebook Umum,
Buku “Gurita Cikeas” karya George menuai kontroversi, ini lantaran isi materi buku itu yang isinya sangat menyinggung SBY sebagai presiden RI. Berikut di kutip dari beberapa situs berita Online
“Liputan6.com, Semarang: Setelah sulit dicari dan ramai diberitakan, buku “Membongkar Gurita Cikeas: Di Balik Skandal Bank Century” banyak diburu masyarakat. Pemandangan itu terlihat di Kota Semarang, Jawa Tengah, Senin (28/12). Mentek, pedagang buku keliling menjajakan buku karya George Junus Aditjondro itu di Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jateng Jalan Pahlawan, Kota Semarang.
Mentek cuma membawa sepuluh buku dan langsung ludes. Ia berharap mendapat keuntungan lebih dari hasil penjualan buku seharga Rp 40 ribu dan Rp 50 ribu. Dari hasil penjualan Mentek mendapat 10 persen. Tak jelas siapa yang memerintahkannya menjual buku itu.
Sunu Fajar, seorang aktivis, mengaku tertarik membeli buku setebal 183 halaman itu untuk menambah referensi kasus Bank Century yang sedang marak”
Sumber Yahoo
Berdasarkan pantauan detikcom, buku setebal 183 halaman tersebut baru beredar di toko buku besar seperti Gramedia. Namun di tiga tempat toko buku tersebut yakni di Jalan Sudirman, Ambarrukmo Plaza (Amplaz) dan Malioboro Mal, Minggu (27/12/2009), buku itu sudah tidak ditemukan di tempat memajang buku-buku baru.
Sedang di toko buku lainnya seperti Toga Mas, Social Agency, Shopping Center dan kios buku Terban tidak ditemukan. Di toko-toko buku tersebut memang belum didistribusikan oleh pihak distributor buku.
Buku itu baru pre-launching di kantor Penerbit PT Galangpress bersama penulis George Junus Aditjondro, pada Rabu (23/12/2009) lalu. Sedang launching resmi akan digelar di Jakarta Rabu (30/12/2009)n depan.
Buku ini menjadi kontroversi sebab menguliti ‘borok’ Cikeas. Dalam salah satu bab, Aditjondro menyebutkan keterlibatan SBY dan keluarganya dalam kasus Century.
Sumber Detik.com
Nah bagi yang ingin tahu tentang isi Buku ini… Bisa di dowload

Rabu, 14 November 2012

STUDY KASUS PERUSAHAAN PERBANKAN & ASURANSI

STUDY KASUS PERUSAHAAN PERBANKAN & ASURANSI

STUDY KASUS DALAM PERUSAHAAN PERBANKAN

Setelah digegerkan oleh kasus Bank Century beberapa waktu lalu, kali ini Indonesia kembali digegerkan dengan pembobolan dana nasabah Citibank. Direktorat Tindak Pidana Ekonomi danKhusus Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri menahan tersangka Inong Malinda Dee berusia 47 tahun yang menjabat sebagai Senior Relationship Manager di Citibank, karena diduga melakukan tindak pidana perbankan dan pencucian uang dari uang nasabah yang dipegangnya. Dana nasabah itu lalu dialirkan ke berbagai rekening milik Malinda maupun perusahaan.

Salah satu perusahaan yang menerima aliran dana itu yakni PT Sarwahita Global Management. Pejabat Citibank yang diduga turut terlibat mendirikan PT Sarwahita Global Management (SGM) bersama Malinda Dee telah diberhentikan sementara waktu oleh pihak Citibank. Pejabat tersebut adalah Reniwaty Hamid. Sementara itu, dua orang lainnya yang juga diduga turut mendirikan PTSarwahita Global Management yakni Gesang Situmorang dan Dennis Roy Sangkilawang sudah tidak lagi menjadi pejabat Citibank. Gesang telah pensiun sementara Dennis telah mengundurkan diri. Polri menetapkan status saksi pada Reniwati Hamid dalam kasus pencucian uang dengan tersangka Malinda Dee. Polri mengaku masih fokus kepada Malinda dan belum membidik direksi PT Sarwahita lainnya. Malinda dilaporkan oleh Citibank karena adanya pengaduan atau keluhan tiga nasabah bank tersebut yang kehilangan uang, sehingga total kerugian sementara yang dialami tiga nasabahsebesar Rp16,6 miliar. Wanita yang lahir di Pangkal Pinang pada 5 Juli 1965, sudah 20 tahun bekerja di bank milik Amerika Serikat dan telah tiga tahun melakukan aksi kejahatan perbankan tersebut. Citibank mengakui terbongkarnya dugaan kejahatan pembobolan dana nasabah oleh Malinda Dee bukan temuan audit internal perusahaan tapi laporan nasabah. Direktur Kepatuhan Citibank Yesica Effendi menceritakan kronologi terbongkarnya kasus ini bermula pada 9 februari 2001 di mana seorang nasabah menanyakan kepada Malinda Dee tentang berkurangnya dana pada rekening oleh transaksi yang tidak dikenali.

Kepala Divisi Hubungan Masyarakat(Kadiv Humas) Polri, Irjen Pol Anton Bachrul Alam mengatakan modus yang dilakukan Malinda dengan sengaja telah melakukan pengaburan transaksi dan pencatatan tidak benar terhadap beberapa “slip transfer”. Seorang “teller” Citibank yang berinisial D telah ditetapkan sebagai tersangka dan dua kepala “teller” Citibank Landmark yang berinisial W dan N sudah dimintai keterangan, sementara pihak-pihak yang diduga terlibat kasus ini juga terus dikejar. Sedangkansaksi-saksi yang telah diperiksa hingga kemarin ada 25 orang. Anton merinci saksi-saksi itu tigaorang nasabah Citibank yang melaporkan aksi Malinda ke bank, 18 karyawan Citibank, dan sisanya berasal dari PT Sarwahita Global Management. Malinda mengatakan, Citibank telah menampung dana pencucian uang nasabah Malinda selama10 tahun. Dan selama itu pula para atasan Malinda di Citibank cabang Landmark sangat mengetahui apa yang dilakukan Malinda terhadap uang nasabahnya. Pasalnya Malinda menjadi perpanjangan tangan nasabah untuk mencuci uang tabungan tersebut. Malinda akan menawarkan jasa lain dengan memindahkan rekening nasabah ke bisnis lain seperti asuransi dan produk Citibank lainnya. Dari pencucian uang nasabah ke bisnis lain, nasabah akan mendapatkan keuntungan. Kartu identitas (KTP) lebih dari satu jadi sarana Malinda Dee melancarkan aksi penggelapan dana nasabah dan pencucian uang yang dipraktikkan di delapan bank dan dua perusahaan asuransi. Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein mengatakan, pihaknya menemukan 28 transaksi mencurigakan dengan rekening atas nama Malinda Dee, tersangka penggelapan uang Citibank dan pencucian uang.Yunus Husein sebelumnya membenarkan ada eks pejabat yang ‘dikerjai’ Malinda. Namun, sang eks pejabat yang kini telah pensiun itu tidak melapor ke polisi. Sementara itu, Kapolri Jenderal Pol Timur Pradopo memilih merahasiakan identitas sang eks pejabat itu.

Berdasarkan keteranganPolri, ada 3 nasabah Malinda yang menjadi korban. Mereka sudah menjalani pemeriksaan. Polri juga pernah menyampaikan total uang yang dikuras, untuk sementara mencapai Rp 17 miliar. Polri juga sudah menyita 4 mobil mewah dan rekening milik Malinda senilai Rp 11 miliar. Malinda dijerat pasal pencucian uang dan penggelapan. Mobil mewah masing-masing mobil, Ferrari merah seri F430 Scuderria,  Mercedez Benz warna putih dengan seri E350 dua pintu  dan Ferrari merah bernopol B 125 Dee seri California dan telah dititipkan di Rumah Penitipan Barang Sitaan (Rupbasan). Mobil disita dari apartemen Pacific Place dan di Capital Residence, mungkin ada satu mobil yang dikejar yakni Alphard. Selain itu, diduga Malinda juga memiliki tiga unit apartemen salah satunya di SCBD. Baik mobil mewah dan apartemen milik Malinda dibeli secara kredit

Penyelesaian :

Bank Indonesia (BI) menyatakan telah menghentikan untuk sementara (suspend) penghimpunan nasabah baru di segmen prioritas Citibank Indonesia (Citi Indonesia), yaitu Citigold Wealth Management Banking (Citigold). Hal itu dilakukan sebagai sanksi administratif atas kasus pembobolan dana nasabah senilai Rp 17 miliar oleh seorang relationship manager (RM) bernama Melinda Dee (MD) alias Inong Malinda.
“Kami sudah melakukan berbagai tindakan untuk mengkaji masalah ini, termasuk mengenakan sanksi. Saat ini Citigold sudah di-suspend untuk penghimpunan nasabah baru. Namun nasabah lama dan transaksinya tetap berjalan,” kata Gubernur BI Darmin Nasution dalam Rapat Dengar Pendapat di Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Jakarta, Rabu (6/4).
Vice President Customer Care Citi Indonesia Hotman Simbolon mengakui, pihaknya memang sudah menghentikan penghimpunan nasabah baru Citigold sesuai permintaan BI. Selain karena adanya praktek kolusi untuk membobol dana nasabah, sanksi tersebut juga diberikan atas kelalaian Citi Indonesia melakukan rotasi untuk karyawannya. Berdasarkan permintaan BI, bank harus melakukan rotasi secara berkala untuk menghindarkan potensi fraud.
“Memang kami tidak melakukan rotasi RM kami, karena sangat tidak mudah memindahkan portofolio nasabah dari RM satu ke RM lainnya. Selain itu, banyak nasabah yang ditangani MD tidak bersedia dipindahkan ke RM selain MD,” jelas Hotman.
Darmin mengatakan, suspend tersebut belum diketahui kapan akan dicabut, karena masih menunggu hasil review BI dan penyelidikan pihak Kepolisian. Jika ditemukan bukti-bukti lainnya yang semakin memberatkan, kata dia, sanksinya bisa berbeda dan bisa lebih berat. Sebagai contoh, pencabutan izin bisnis private banking/priority banking.
BI juga telah memanggil Chief Country Officer Citi Indonesia Shariq Mukhtar dan pejabat-pejabat terkait. Selain itu, surat pembinaan atau teguran juga telah diberikan agar tidak kembali merugikan nasabah. Dalam surat itu, BI juga meminta Citi Indonesia melakukan perbaikan internal control, sekaligus meminta penghentian penghimpunan nasabah prioritas baru.
“Kasus di Citibank ini terjadi terutama karena tidak bekerjanya internal control. Supervisi oleh atasan juga tidak optimal. Mereka juga tidak mengimplementasikan rotasi karyawan secara berkala. Selain itu, dual control tidak dilaksanakan sesuai dengan prosedur dan informasi yang baik kepada nasabah tidak berjalan,” papar Darmin.
Deputi Gubernur BI S Budi Rochadi dan Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah sama-sama menegaskan bahwa, jika terbukti melanggar ketentuan yang berlaku, manajemen Citi Indonesia bisa di-fit and proper test ulang. Namun Halim telah mengakui, terdapat prosedur yang dilompati dalam kasus transfer dana tersebut. Hal itu berarti terjadi penyalahgunaan wewenang oleh MD.
Terkait pengawasan BI secara umum terhadap individu bank masing-masing, kata Darmin, salah satu potensi risiko yang perlu dicermati adalah operasional, terutama standard operational procedure (SOP), sumber daya manusia (SDM), dan sistem informasi. “Untuk pengawasan terhadapnya, terutama perilaku pegawai dan kelemahan SOP, secara berkala BI me-review hasil assesment terhadap laporan pihak audit internal bank maupun eksternal, yaitu kantor akuntan publik,” jelas Darmin.
Priority Banking Rawan
Sebelumnya, Peneliti Eksekutif Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan (DPNP) BI Ahmad Berlian mengatakan, priority banking memang cukup rawan karena dalam segmen itu, nasabah menuntut kemudahan, sehingga menimbulkan peluang untuk berbuat kejahatan. Sebab itu, BI tengah melakukan kajian untuk menetapkan guidelines bagi segmen tersebut.

“Banyak hal yang harus disempurnakan, apakah membatasi jumlah RM, memberikan edukasi lebih banyak kepada nasabah, atau transparansi produk-produk yang ditawarkan. Setiap orang harus sadar apa yang dia beli dan bank wajib men-declare tingkat risikonya,” jelas Ahmad.

Dia juga tidak memungkiri potensi segmen tersebut digunakan sebagai pencucian uang (money laundering), kendati BI telah mengaturnya dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) tentang anti pencucian uang dan pembiayaan terorisme. Namun, kata Ahmad, justru banyak pelaku pencucian uang yang tidak memilih segmen priority banking dan lebih memilih segmen perbankan biasa.
Kasus Asuransi dan Cara Penyelesaiannya
PENYELESAIAN KLAIM ASURANSI CONTRACTORA ALL RISK
(STUDI KASUS PADA PT.ASURANSI WAHANA TATA TERHADAP PROYEK PEMBANGUNAN JEMBATAN KEBON AGUNG SLEMAN YOGYAKARTA)
Setahun yang lalu pernah terjadi sebuah kasus dalam penyelesaian klaim asuransi oleh perusahaan konstruksi atas proyek pembangunan jembatan Kebon Agung yang menghubungkan wilayah Kabupaten Sleman dengan wilayah Kabupaten Kulon Progo di Yogyakarta. Klaim tersebut didasari beberapa kali peristiwa yang tidak terduga yang terjadi dalam pengerjaan proyek tersebut. Pertama, peristiwa terjadi pada bulan November 2007, pada saat melaksanakan gelagar bentangan, setelah pemasangan, selang waktu kurang lebih 17 jam, satu buah bentangan jatuh, dan satu buah girder yang telah terpasang jatuh dan menyebabkan pecah sehingga timbul kerugian material. Pada kasus pertama ini pelaksana konstruksi PT Hutama Karya terlambat membayar premi, seharusnya klaim yang diajukan ditolak oleh PT. Asuransi Wahana Tata. Namun, dengan pertimbangan adanya hubungan baik antara pihak pelaksana konstruksi dengan pihak PT.Asuransi Wahana Tata, maka klaim tetap dapat diajukan dan memperoleh ganti rugi meskipun dalam jumlah yang tidak semestinya. Hubungan baik ini dalam istilah asuransi dinamakan Ex Gratia. Hal ini dilakukan atas dasar kesepakatan oleh kedua belah pihak. Kedua, tidak lama berselang peristiwa berikutnya terjadi  pada bulan Desember 2007, ketika itu sedang musim hujan sehingga menyebabkan Kali Progo tempat proyek tersebut banjir dan meluap hingga 3 meter. Kondisi ini, menyebabkan pasangan batu dan beton bertulang runtuh dan lima buah girder retak. Klaim dapat dilaksanakan secara normal (sesuai pertanggungan), karena semua prosedur telah dipenuhi sesuai persyaratan. Sehingga, pelaksana konstruksi mendapatkan ganti rugi sesuai dengan jumlah yang tercantum di dalam polis.

PENYELESAIAN SENGKETA ASURANSI PADA POLIS ASURANSI YANG MENCANTUMKAN KLAUSULA ARBITRASE
(STUDI KASUS PADA POLIS PT ASURANSI HANJIN KORINDO DAN POLIS PT ASURANSU JAYA PROTRKSI)
Secara garis besar substansi dari polis asuransi terdiri dari uraian mengenai obyek yang dijamin, nama dan alamat penanggung dan tertanggung, jangka waktu berlakunya polis, risiko atau bahaya yang dijamin dan dikecualikan, syarat-syarat atau ketentuan umum dan yang terakhir adalah cara penyelesaian sengketa atau perselisihan apabila terjadi klaim yang biasanya disebut klausula arbitrase atau penyelesaian sengketa. Klausula arbitrase dalam polis asuransi memuat ketentuan apabila terjadi sengketa antara penanggung dan tertanggung maka para pihak sepakat untuk mengupayakan penyelesaian secara musyawarah (amicable setllement), namun apabila penyelesaian secara musyawarah tidak tercapai maka para pihak sepakat untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase. Semua polis asuransi yang dikeluarkan oleh AAUI memuat klausula penyelesaian sengketa melalui arbitrase, karena itu dalam penulisan ini akan dikaji lebih lanjut perihal pencantuman klausula arbitrase dalam polis asuransi dan kaitannya dengan proses penyelesaian sengketa asuransi yang ditempuh oleh para pihak. Penulisan ini akan membahas dua polis asuransi yang sama-sama mencantumkan klausula arbitrase dan proses penyelesaian sengketa yang ditempuh oleh penanggung dan tertanggung. Kedua polis yang dibahas yakni polis PT Asuransi Hanjin Korindo dan PT Asuransi Jaya Proteksi memiliki klausula arbitrase yang sama dan juga sengketa yang sama yakni masalah liability akan tetapi terdapat inkonsistensi dalam pemberian putusan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan Pengadilan Negeri Jakarta Utara terkait kedua perkara tersebut .Inkonsitensi yang terdapat dalam kedua putusan tersebut dapat terjadi karena substansi klausula arbitrase dalam polis yang kurang jelas dan menyebabkan multi penafsiran, dimana pilihan penyelesaian sengketa melalui lembaga arbitrase ditetapkan apabila terjadi sengketa terkait perbedaan jumlah yang harus dibayarkan berdasarkan polis, sedangkan tidak ada ketentuan lain yang mengatur mengenai penyelesaian sengketa terkait polis apabila menyangkut liability.
http://www.scribd.com/doc/55245861/kasus-malinda
http://indofinancenews.blogspot.com/2011/04/kasus-pembobolan-dana-bi-hentikan.html

Rabu, 07 November 2012

kasus dalam organisasi



Kasus – kasus yang terjadi dalam organisasi
Kurangnya koordinasi
Koordinasi dalam program kerja
Dalam hal ini kita sering menjumpai permasalah seperti ini. Dalam organisasi yang dalam lingkup kecil maupun besar atau yang sudah mapan sekalipun sering terjadi permasalahan seperti ini. Kurangnya koordinasi, dapat menyebabkan banyak sekali dampak negative dan permasalahan – permasalahan yang sanagat kompleks. Salah satu permasalah yang dapat ditimbulakan adalah sering kali menyebabkan adanya kesalah pahaman diantara anggota yang dapat menyebabkan terlantarnya atau kacaunya suatu program yang telah dijalankan, dapat menyebabkan sifat iri yang terjadi pada sesama anggota yang dapat memecah keutuhan suatu organisasi. Kasus ini dapat menyebabkan terjadinya overlapping dimana amggota ataupun struktur organisasi lainya mengerjakan programyang sudah ditentukan tetapi yang lainnya lagi tidak mengerjakan program yang sudah dijalankan dan disepakati bersama, hal ini sering kali memicu rasa ketidak adilan diantara anggota yang dapat berpengaruh pada terganggunya rasa pertanggung jawaban terhadap tugas – tugas yang telah disepakati bersama. Masalah ini sangat kompleks sehingga dapat menjangkau semua kalangan, dari mulai atasan sampai anggota yang terkecil, yang lebih kompleksnya lagi jika permasalah ini sudah terjadi pada pemimpin organisasi tersebut, jika masalah tersebut sudah terjadi dalam pimpinan maka sangat berbahaya karena dapat menyebabkan bubarnya suatu system atau oorganisasi, baik dalam skala kecil maupun skala besar sekalipun.
Padahal para pemimpin selain berhubungan dengan pelaksanaan program kerja seharusnya mereka memiliki ikatan cultural, ketika terjalin komunikasi diantara mereka agar tidak terjadi kesalah pahaman yang diantaranya :
Pengkarderan
Recruitment
Bagi sebagian organisasi, masalah pengkarderan ini menjadi permasalahan yang lumayan berarti karena pengkaderan ini dapat menentukan suksenya suatu organisasi yang didirikan, karena tidak memungkiri jika anggota banyak dapat memberikan dampak positif yang salah satunya adalah memperingan tugas – tugas. Tetapi masalah pengkarderan ini sering kali menjadi momok yang sangat menakutkan bagi pembangunan kemajuan suatu organisasi. Maka dapat dikatakan bahwa kesuksesan organisasi dapat di lihat dari banyaknya anggota dalam organisasi tersebut.
Mempertahankan kader – kader
Tak heran jika mempertahankan para kader atau anggota dalam organisasi itu lebih sulit dari pada merekrutnya karena jika tidak pandai dalam memperthankanya maka para kader atau anggota dapat pergi dengansendirinya karena seleksi alam yang berujung dengan perginya atau keluarnya anggota dalam organisasi tersebut sehingga menyebabkan hancurnya atau terjadi kemunduran suatu organisasi.
Kasus dalam Metode Organisasi
Pengertian Organisasi :
• Organisasi menurut Stoner adalah : suatu pola hubungan-hubungan yang melalui mana orang-orang di bawah pengarahan manajer mengejar tujuan bersama.
• Organisasi menurut James D. Mooney adalah : bentuk setiap perserikatan manusia untuk mencapai tujuan bersama.
• Organisasi Menurut Chester I. Bernard adalah : suatu sistem aktivitas kerja sama yang dilakukan oleh dua orang atau lebih.
Ciri-ciri organisasi ialah:
1) terdiri daripada dua orang atau lebih
2) ada kerjasama
3) ada komunikasi antar satu anggota dengan yang lain
4) ada tujuan yang ingin dicapai
Selain itu Suatu organisasi harus memuat 4 unsur utama, yaitu:
1) goals oriented (berorientasi tujuan)
2) Psychosocial system (sistem hubungan sosial)
3) structured activities
4) technological system.
Metode :
Berarti suatu tata kerja yang dapat mencapai tujuan secara efisien.
Pengertian organisasi dan metode secara lengkap adalah :
Rangkaian proses kegiatan yang harus dilakukan untuk meningkatkan kegunaan segala sumber dan faktor yang menentukan bagi berhasilnya proses manajemen terutama dengan memperhatikan fungsi dan dinamika organisasi atau birokrasi dalam rangka mencapai tujuan yang sah ditetapkan.
Contoh kasus :
Metode Pengukuran Dalam Seleksi Karyawan
Pada waktu melakukan seleksi karyawan, organisasi berusaha melakukan pengukuran yang akurat dan reliable dengan harapan mereka akan dapat memilih karyawan yang paling “tepat.” Dengan kata lain, psikolog diharapkan dapat membuat prediksi mengenai perilaku dan prestasi kerja individu di masa yang akan datang (Kwaske & Laser, 2004).
Hal ini dianggap penting karena tanpa karyawan yang kompeten dan bermotivasi tinggi, organisasi tidak akan dapat berfungsi secara efektif. Banyak perusahaan rela menghabiskan ribuan dollar untuk merekrut satu karyawan yang terbaik, dan hal ini dianggap sebagai investasi yang menguntungkan (Stickrath & Sheppard, 2004).
Ketika kita membahas pengukuran dalam konteks pemilihan karyawan, pada umumnya asosiasi yang muncul adalah pengukuran psikometrik atau kuantitatif. Pengukuran semacam ini yang banyak digunakan oleh perusahaan pada saat ini adalah pengukuran kemampuan verbal, numeric, logika abstrak dan kepribadian atau gaya kerja. Ketika pengukuran yang lebih subjektif seperti wawancara atau assessment centre digunakan, maka lebih besar kemungkinan digunakannya metoda kualitatif. Namun demikian, hasil pengukuran subjektif inipun seringkali dikuantifikasi dalam bentuk rating.
Tulisan ini akan membahas baik teknik kuantitatif maupun kualitatif yang digunakan dalam praktek seleksi karyawan serta untung-rugi dari masing-masing teknik.
PENGUKURAN KUANTITATIF
Pengukuran dalam konteks seleksi karyawan dapat didefinisikan sebagai, “satu set prosedur yang menilai pengetahuan, ketrampilan, kemampuan, dan karakteristik kepribadian seorang individu dengan tujuan membuat rekomendasi… mengenai kesesuaian individu tersebut untuk sebuah pekerjaan” (Kwaske & Laser, 2004, pp. 186-187). Inilah yang berusaha dicapai oleh staf SDM setiap perusahaan melalui proses seleksi yang menggunakan metode pengukuran kuantitatif.
Alat-alat pengukuran kuantitatif seringkali diciptakan oleh para psikolog melalui proses sebagai berikut (Stickrath & Sheppard, 2004): item-item tes disusun dengan tujuan untuk mengukur sebuah atribut dan hasilnya berupa alat tes eksperimental diadministrasikan pada sebuah sampel yang mewakili populasi target. Item yang gagal memenuhi standard minimum psikometris akan dibuang dan proses pembuangan ini akan menghasilkan satu set item yang akan dipertahankan. Validitas prediktif dari alat tes ini lalu bisa diketahui dengan cara mengukur korelasi antara skor tes dengan prestasi kerja.
Ada banyak kemampuan dan karakteristik manusia yang bisa dikuantifikasi untuk tujuan pengukuran. Stickrath & Sheppard (2004) memberikan sebuah contoh kasus sebagai berikut: Pada waktu memilih petugas penjara, salah satu karakteristik yang dibutuhkan adalah kemampuan petugas untuk mengetahui apakah perkelahian antar narapidana akan terjadi. Untuk itu, hal di atas dijadikan salah satu item dalam suatu alat tes yang disebut Ohio Corrections Officer Psychological Inventory. Untuk kebutuhan yang sama yaitu memilih petugas penjara, di Amerika Serikat juga beredar sebuah alat tes berupa video. Para kandidat diminta menonton beberapa skenario di lingkungan penjara dan menjawab soal pilihan berganda. Mereka harus menjawab minimal 70% dari pertanyaan secara benar untuk dapat melanjutkan ke tahap seleksi berikutnya. Selain itu, ada beberapa pilihan jawaban dalam soal pilihan berganda tadi yang dianggap “kesalahan fatal” dan kandidat yang memilih pilihan fatal tadi akan otomatis gugur dari proses seleksi (Stickrath & Sheppard, 2004).
Contoh kasus lain penggunaan pengukuran kuantitatif dalam seleksi karyawan diberikan oleh Harris & Lee (2004). Mereka menggunakan sebuah model kepribadian yang disebut Model 3M sebagai dasar untuk mengembangkan sebuah alat tes kepribadian. Model ini menyatakan bahwa kepribadian mengalir dari trait yang bersifat umum ke khusus. Harris & Lee (2004) mengatakan bahwa model ini tampaknya sesuai untuk digunakan dalam seleksi staf penjualan karena banyak trait-trait dalam model ini yang relevan untuk prestasi kerja di bidang penjualan, misalnya trait kompetitif. Namun di lain pihak model ini tetap mengakui adanya trait kepribadian yang lebih umum. Dengan menggunakan model ini, kuesioner yang dihasilkan merupakan kombinasi antara item-item yang mengukur kepribadian menurut teori kepribadian Big Five yang umum, dengan item-item yang sangat spesifik, misalnya “Saya mengajak pelanggan untuk membicarakan kebutuhan mereka dengan saya” (Harris & Lee, 2004).
Contoh kasus ketiga akan menggambarkan pengukuran work drive (kecenderungan untuk bekerja keras melebihi ketentuan) secara kuantitatif melalui kuesioner kepribadian (Lounsbury, Gibson, & Hamrick, 2004). Item-item menanyakan apakah peserta tes memiliki kecenderungan untuk bekerja melebihi jam kerja yang ditentukan, bekerja lebih dari tanggung jawab yang diberikan, selalu berenergi tinggi di tempat kerja, dan menganggap diri mereka sebagai pekerja keras dibandingkan dengan orang lain. Penelitian validitas menunjukkan bahwa prestasi kerja berkorelasi lebih tinggi dengan work drive dibandingkan dengan tes kognitif ataupun tes kepribadian Big Five (Lounsbury, Gibson, & Hamrick, 2004).
Contoh-contoh kasus di atas mengilustrasikan beberapa kelebihan metode kuantitatif:
• Administrasi yang mudah, dan juga adanya peluang untuk memanfaatkan teknologi sehingga human error dapat dikurangi. Dalam contoh kasus seleksi petugas penjara, administrasi tes video dengan menggunakan komputer berarti skor akhir akan otomatis dihitung oleh komputer, dan juga memungkinkan adanya pilihan jawaban yang dijadikan “kesalahan fatal”, di mana kandidat yang memilih pilihan fatal tersebut akan otomatis gugur walaupun skor akhirnya tinggi (Stickrath & Sheppard, 2004). Selain itu, jika tes dapat dilakukan secara online, maka kandidat dari lokasi yang berbeda-beda akan dapat mengikuti tes tanpa perlu bepergian.
• Prosedur standard, reliability, dan validity relatif mudah diketahui. Semua contoh alat pengukuran yang diberikan di atas telah diuji secara psikometris dan terbukti reliabel serta valid. Prosedur standard digunakan untuk memastikan bahwa perusahaan memperlakukan semua kandidat seleksi secara adil dan tanpa bias (Stickrath & Sheppard, 2004).
• Perbandingan yang objektif antar kandidat, karena semua kandidat dibandingkan dengan norma yang sama. Kebanyakan perusahaan saat ini masih menggunakan norma yang dibeli bersamaan dengan alat tes, karena mereka tidak memiliki data tes mereka sendiri (Kwaske & Laser, 2004). Namun jika perusahaan melakukan administrasi tes dengan komputer, maka data tes akan dengan sangat mudah dapat dijadikan norma sehingga alat tes kuantitatif tersebut akan menjadi lebih bermanfaat.
Di lain pihak, kerugian menggunakan metode pengukuran kuantitatif antara lain:
• Kemungkinan adanya faking atau bias karena kandidat melakukan penilaian terhadap diri sendiri. Kandidat pada umumnya akan berusaha memberikan gambaran yang terbaik mengenai diri mereka sehingga mereka akan dapat memperoleh pekerjaan. Untuk itu, tes kuantitatif sebaiknya memiliki item-item social desirability atau sejenisnya untuk mengurangi bias yang ada.
• Perilaku curang. Seperti juga tes pada umumnya, akan ada peserta tes yang berusaha menyontek supaya mereka mendapatkan skor tinggi. Dengan digunakannya komputer, sebuah solusi dapat dilakukan, yaitu item tes yang tampil di hadapan kandidat dipilih secara random dari sejumlah besar item yang tersimpan dalam komputer (Stickrath & Sheppard, 2004). Karena masing-masing kandidat melihat item yang berbeda, mereka terpaksa menjawab sendiri tanpa bisa menyontek.
PENGUKURAN KUALITATIF
Pengukuran kualitatif memiliki tujuan yang sama dengan pengukuran kuantitatif, yaitu memperoleh informasi mengenai para peserta tes. Namun, metode kualitatif tidak bersifat statistic dan administrasinya tidak seketat metode kuantitatif (Goldman, 1992). Contoh pengukuran kualitatif antara lain card sort (menyusun kartu), contoh hasil kerja, and simulasi (seperti in-basket dan role play).
Hingga saat ini, pengukuran kualitatif tidak terlalu banyak digunakan untuk tujuan seleksi karyawan, disebabkan antara lain (Goldman, 1992):
• Kurangnya standardisasi, reliability, validity, dan norma, yang mengakibatkan timbulanya masalah dalam seleksi karyawan, misalnya kesulitan dalam membandingkan kandidat.
• Dibutuhkannya lebih banyak keahlian, waktu, dan tenaga untuk mengadministrasikan dan menginterpretasikan hasil tes.
Namun, metode pengukuran kualitatif juga memiliki keuntungan yang tidak dimiliki oleh metode kualitatif, antara lain (Goldman, 1990, 1992):
• Holistik dan terintegrasi, artinya metode pengukuran ini melihat peserta tes sebagai individu yang utuh dan bukan hanya salah satu aspeknya saja (misalnya minat saja atau ketrampilan saja).
• Peserta lebih berperan aktif, sehingga peserta dapat lebih memberikan kontribusi pada hasil pengukuran, dan pada akhirnya proses pengukuran tersebut lebih bermakna secara pribadi bagi mereka.
• Administrasinya fleksibel dan tes dapat diadaptasikan pada individu yang berbeda baik dari segi suku, usia, maupun jenis kelamin.
Jika pengukuran kualitatif digunakan pada proses seleksi, pada umumnya hanya untuk menambahkan informasi yang sudah diperoleh dari pengukuran kuantitatif sebagai metode utama. Misalnya, Keenan (1995) memberikan contoh bawa assessment centre banyak digunakan untuk menyeleksi lulusan S2 di Inggris, sebagai tambahan informasi atas metode yang lebih tradisional seperti tes kepribadian dan kognitif. Assessment centre tersebut biasanya mencakup wawancara dan simulasi seperti case study, presentasi, serta in-tray. Walaupun masing-masing kandidat mendapatkan skor rating secara kuantitatif, informasi kualitatif tetap dicatat berupa observasi dan hasil observasi ini digunakan dalam pembuatan keputusan akhir.
Masalah yang timbul adalah masalah pelatihan. Banyak perusahaan tidak memberikan cukup pelatihan pada para assessor (Keenan, 1995). Karena proses penilaian yang cukup kompleks, kurangnya pelatihan dapat menyebabkan berkurangnya efektivitas assessment centre. Penelitian menunjukkan bahwa ketrampilan assessor memiliki pengaruh yang cukup besar pada validitas pengukuran (Kwaske & Laser, 2004). Masalah ini menjadi sulit diatasi jika staf yang bukan berasal dari departemen SDM (misalnya calon atasan kandidat) turut disertakan dalam proses seleksi.
Cranston (2004) memberikan contoh lain penggunakan metode kualitatif. Sebuah perusahaan finansial menggunakan pengukuran kualitatif yaitu prestasi kerja kandidat fund manager sebelum melamar ke perusahaan tersebut untuk membantu memutuskan apakah kandidat tersebut akan diterima atau tidak. Biasanya, prestasi kerja fund manager diukur secara kuantitatif dengan menghitung untung-rugi yang dihasilkan bagi perusahaan. Namun dalam contoh kasus ini, perusahaan berhasil mengurangi kesalahan dalam seleksi fund manager dengan cara menanyakan alasan mengapa seorang kandidat tidak memiliki prestasi yang baik sebelumnya. Jika fund manager dengan hasil kerja yang buruk dapat memberikan alasan yang masuk akal untuk kerugian yang mereka hasilkan, maka fund manager tersebut bisa saja diterima. Keuntungan utama dari metode ini adalah perusahaan dapat menangkap SDM yang ditolak perusahaan lain karena adanya hasil kerja yang buruk di masa lampau walaupun hasil kerja yang buruk tersebut bukanlah kesalahannya. Namun, proses ini sangat memakan tenaga karena harus melibatkan para eksekutif dari perusahaan (Cranston, 2004).
KESIMPULAN :
bahwa baik pengukuran kualitatif maupun kuantitatif memiliki keuntungan dan kerugiannya sendiri. Dalam situasi ideal, perusahaan sebaiknya menggunakan kedua metode ini dalam memilik karyawan. Kandidat tidak dapat diwakili semata-mata oleh skor tes mereka saja, karena itu integrasi atau sintesis dari berbagai alat tes sebaiknya digunakan untuk memutuskan apakah seorang kandidat cukup sesuai untuk bekerja di suatu perusahaan (Kwaske & Laser, 2004). Akan lebih baik lagi jika setelah berbagai tes tersebut diadministrasikan, perusahaan melakukan evaluasi untuk mengetahui validitas dari pengukuran yang dilakukan (Kwaske & Laser, 2004).
Namun, karena penerapan situasi ideal ini membutuhkan waktu dan tenaga yang tidak sedikit, prioritas dapat diberikan pada seleksi karyawan untuk posisi-posisi kunci dalam perusahaan, karena kesalahan seleksi untuk posisi-posisi kunci tersebut memiliki resiko yang lebih tinggi bagi perusahaan. Dengan cara ini, perusahaan dapat memaksimalkan keuntungan dari kedua metode, dengan tetap mempertahankan biaya seleksi pada tingkat yang dapat diterima.
Dengan adanya metode dalam sebuah perusahaan, maka perusahaan tersebut akan lebih mudah dan teratur dalam mencapai tujuan, visi dan misi yang telah ditetapkan. Namun menurut saya, ada beberapa factor yang mendukung untuk berjalannya suatu metode yang digunakan dalam sebuah perusahaan atau organisasi, antara lain : organisasi yang baik dan pemimpin organisasi yang tentunya juga harus baik dalam memimpin, sumber daya manusia yang berkualitas untuk melakukan kerja sama agar tercapai suatu tujuan, teori organisasi yang dipakai harus sesuai dengan jenis atau bentuk organisasi yang dibentuk di dalam perusahaan tersebut. Dalam mempersiapkan pemecahan masalah, manajer memandang perusahaan sebagai suatu sistem dengan memahami lingkungan perusahaan dan mengidentifikasi subsistem-subsistem dalam perusahaan. Dalam mendefinisikan masalah, manajer bergerak dari tingkat sistem ke subsistem dan menganalisis bagian-bagian sistem menurut suatu urutan tertentu.
Proses pemecahan masalah secara sistematis bermula dari John Dewey, seorang profesor filosofi di Columbia University pada awal abad ini. Dalam bukunya tahun 1910, ia mengidentifikasi tiga seri penilaian yang terlibat dalam memecahkan masalah suatu kontroversi secara memadai yaitu:
1. Mengenali kontroversi
2. Menimbang klaim alternatif
3. Membentuk penilaian
Tahapan Pemecahan Masalah Dengan Menggunakan Pendekatan Sistem
1. Usaha Persiapan
o Memandang perusahaan sebagai suatu sistem.
o Mengenal sistem lingkungan.
o Mengidentifikasi subsistem perusahaan.
2. Usaha Definisi
o Bergerak dari tingkat sistem ke subsistem.
Tujuannya : mengidentifikasi tingkat sistem tempat persoalan berada.
o Menganalisis bagian-bagian sistem dalam suatu urutan tertentu :
1. Mengevaluasi standar.
2. Membandingkan output dengan standar.
3. Mengevaluasi manajemen.
4. Mengevaluasi pemroses informasi.
5. Mengevaluasi input dan sumber daya input.
6. Mengevaluasi proses.
7.Mengevaluasi sumber daya output.
3. Usaha Persiapan
o Pertimbangan alternatif yang layak.
o Mengevaluasi berbagai solusi alternatif.
o Memilih solusi terbaik.
o Menerapkan solusi.
o Memastikan bahwa solusi tersebut efektif.
Faktor Manusia Yang Mempengaruhi Pemasalahan Masalah
3 Kategori manajer dalam merasakan masalah :
1. Penghindar masalah (Problem Avoider), manajer mengambil sikap positif dan menganggap semua baik-baik saja.ia berusaha menghalangi kemungkinan masalah dengan mengabaikan informasi.
2. Mengumpulkan Informasi/Pencari masalah (Problem Seeker)) :
a. Gaya teratur, mengikuti gaya management by exception dan menyaring segala sesuatu yang tidak berhubungan dengan area minatnya.
b. Gaya menerima, manajer jenis ini ingin melihat semuanya, kemudian menentukan apakah informasi tersebut bernilai baginya/orang lain dalam organisasi.
3.Menggunakan informasi untuk memecahkan masalah/Pemecah masalah
( Problem solver) :
a. Gaya sistematik, manajer memberi perhatian khusus untuk mengikuti suatu metode yang telah ditetapkan. Co. : pendekatan sistem.
b. Gaya intuitif, manajer tidak menyukai suatu metode tertentu tetapi menyesuaikan pendekatan dengan situasi.
Kesimpulan
Manajer dalam suatu perusahaan sangat berperan dalam memecahkan suatu masalah yang ada di perusahaan tersebut.Dengan menggunakan tehapan-tahapan diatas manajer dapat terbantu untuk memecahkan masalah.
Sumber :
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/10/kasus-kasus-yang-terjadi-dalam-organisasi-8/
http://rumahbelajarpsikologi.com/index.php/seleksi.html
http://justplaymyskateboard.blogspot.com/2010/01/pendekatan-sistem-dalam-memecahkan.html
http://azistuhadadisana.blogspot.com/2010/11/pendekatan-sistem-dalam-memecahkan.html